IMPACT OF BUDGET SUPPORT
ON ACCOUNTABILITIES AT THE LOCAL LEVEL
IN INDONESIA
DAMPAK DUKUNGAN ANGGARAN TERHADAP
AKUNTABILITAS PADA PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA
Oleh: Philippa Venning
Artikel ini membahas konsep akuntabilitas dan menjelaskan
pengalaman bahwa pemberian
dukungan anggaran pada suatu wilayah, dalam satu negara, tidak bisa dengan mudah mengubah asumsi
bahwa dukungan anggaran akan meningkatkan akuntabilitas dalam konteks lain. Akuntabilitas adalah sebuah kunci dalam
mencapai hasil (outcomes) yang lebih
efektif. Peningkatan akuntabilitas proyek dapat terjadi karena dukungan dari
lembaga pemberi pinjaman (lembaga donor).
Penelitian ini dilakukan pada salah satu dari 33 provinsi di Indonesia
yaitu Gorontalo, dalam rangka menguji dinamika lokal
yang ada dan meramalkan bagaimana dampak dukungan anggaran oleh lembaga donor.
1.
Dukungan Anggaran: Sejarah dan Tren
1.1
Konteks Historis dalam Penyediaan Dukungan Anggaran
Pada tahun 1960an negara berkembang membiayai anggarannya
dari pendapatan sendiri dan dari dana donor. Meningkatkannya angka kemiskinan
dibanyak negara berkembang akibat krisis ekonomi tahun 1970an menyebabkan arus
masuk bantuan semakin besar dan banyak negara berkembang berhenti mendanai
pengeluaran modalnya (Moore, 1998, hal. 108-109). Lembaga pemberi bantuan mulai terlibat dalam
sistem perencanaan dan anggaran terutama sektor kesehatan dan pendidikan.
Untuk meningkatkan adanya reformasi di negara berkembang dan untuk mempromosikan
akuntabilitas dalam penggunaan bantuan, pada tahun 1990an pendonor mulai memberikan bantuan pembangunan melalui pendekatan sector-wide approaches (SWAPs). Sebuah SWAP terjadi jika dana donor mereka digunakan
untuk mendukung suatu kebijakan pemerintah pada sektor tertentu (Moore, 1998,
p. 109; White, 2007). Sebagai contoh, Australia adalah pendonor utama SWAP untuk
mendukung Papua Nugini di sektor kesehatan.
Dewasa ini, pendonor sudah mulai bergeser dari mendukung
sektor tertentu menjadi menyokong dana anggaran pemerintah secara langsung, yang lebih dikenal sebagai
dukungan anggaran. Contoh, negara yang menerima dukungan anggaran termasuk
Uganda, dimana pendonor sekarang membiayai hampir separuh total pembelanjaan
pemerintah (Atingi-Ego, 2006) dan Mozambique, dimana 35% total bantuan asing
hampir 20% dari total anggaran belanja pemerintah (Binkert Dan Sulemane, 2006).
Dukungan anggaran dapat juga disediakan kepada pemerintah daerah, seperti
dukungan anggaran dari Bank Dunia untuk pemerintah pusat dan provinsi di India
dan Pakistan (Devarajan dan Shah, 2006).
1.2
Apakah dukungan anggaran dan mengapa semakin
meningkat?
Bank Dunia mendefinisikan dukungan anggaran sebagai
bantuan pembangunan rutin dalam anggaran pemerintah untuk mendukung program
jangka menengah, yang menggunakan sistem manajemen keuangan pemerintah dan
proses anggaran. Secara umum ada dua hal yang memotivasi keputusan pendonor
untuk memberikan bantuan melalui dukungan anggaran yaitu untuk meningkatkan hasil pembangunan dan
meningkatkan efektivitas penyaluran bantuan (DFID, 2007b, hal.1).
Dengan menambah anggaran pemerintah dengan dana
asing yang disediakan, maka lebih banyak dana yang tersedia untuk belanja
publik. Dukungan anggaran juga sebagai respon dampak negatif kebijakan masa lalu dan
penyesuaian struktural. pendonor memberikan dukungan anggaran untuk mengurangi
ketegangan pada sistem pemerintah mitra, menyelaraskan kegiatan pendonor dengan
kebijakan dan prioritas dari pemerintah mitra dan memberdayakan kondisi pada
pemerintah mitra.
Dalam tataran praktis, dengan seruan dari PBB bahwa
negara kaya agar meningkatkan bantuannya sampai dengan 0,7%
dari GNP, maka pendonor perlu
mencari bentuk baru bantuan untuk memfasilitasi peningkatan bantuan. Pendonor
perlu menemukan mekanisme yang dapat menyalurkan jumlah bantuan yang lebih
besar dengan lebih efektif, tanpa peningkatan yang sepadan pada biaya
administrasi. Dukungan anggaran memberikan pilihan yang menarik untuk
menyediakan dana yang signifikan tanpa perlu untuk mengelola kontrak besar dan
melaksanakan proyek. Melekat dalam dua penggerak dukungan anggaran tersebut
adalah tujuan untuk mempromosikan akuntabilitas yang merupakan konsep baru yang
sedang diadaptasi (DFID,
2004. hal.1).
2.
Dukungan anggaran dan akuntabilitas pada
lingkungan yang terdesentralisasi.
2.1
Apa yang dimaksud dengan akuntabilitas?
Akuntabilitas dapat didefinisikan dalam berbagai cara
yang berbeda, tetapi yang akan digunakan untuk tujuan makalah ini adalah
merujuk kepada bagaimana masyarakat bisa memegang perwakilan politik mereka
untuk tanggung jawab terkait dampak dan kegiatan atas keputusannya (Blair,
2000, hal. 24). Akuntabilitas
dapat dipahami dalam tiga aspek, yaitu: i) transparansi, yaitu keputusan diambil secara terbuka; ii) answerability, yaitu keputusan dapat dipertanggung jawabkan kepada publik dan, iii) controllability, yaitu adanya pengendalian dan sanksi terhadap keputusan. (Lawson and
Rakner, 2005, hal.10; United Nations Capital Development Fund, 2005, hal.180).
Akuntabilitas beroperasi disejumlah arah yang
berbeda yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Akuntabilitas langsung
dari pengambil keputusan untuk umum biasanya disebut sebagai
"akuntabilitas vertikal". Akuntabilitas vertikal dapat berasal dari
sisi permintaan maupun penawaran. Sisi penawaran mengacu mekanisme
institusional, seperti ketentuan informasi anggaran yang akurat dan dapat
diakses, serta proses untuk mengumpulkan dan memberikan tindakan umpan balik
dari organisasi masyarakat sipil, parlemen, auditor atau pihak eksternal
lainnya (Fölscher, 2006b, hal. 134). Parlemen, media dan masyarakat sipil
adalah stakeholder eksternal kunci pada sisi permintaan akuntabilitas vertikal
Akuntabilitas horizontal mengacu pada cara dimana
akuntabilitas tidak langsung antara pengambil keputusan dan masyarakat
didelegasikan melalui kekuasaan pemerintah (Lawson dan Rakner, 2005, hal. 10).
Sebagai contoh, dapat merujuk kepada hubungan antara legislatif, eksekutif dan
yudikatif; hubungan dalam kekuasaan dari pemerintah tersebut; dan hubungan antara
unsur-unsur seperti kabinet, instansi dan departemen lain, auditor dan komisi
khusus (Lawson dan Rakner, 2005, hal. 10). Dalam makalah ini juga digunakan
untuk mengacu kepada hubungan akuntabilitas antara berbagai tingkat
pemerintahan, seperti pusat dan pemerintah daerah di Indonesia.
2.1.1
Akuntabilitas eksternal dalam bantuan
pembangunan.
Secara khusus dalam konteks pembangunan, akuntabilitas
eksternal biasanya mengacu pada akuntabilitas pemerintah mitra untuk entitas
internasional seperti lembaga multilateral atau negara donor, misalnya untuk
penggunaan dana asing. Akuntabilitas eksternal juga mencakup garis
akuntabilitas antara negara pendonor dan lembaga-lembaga serta penerima manfaat
di negara mitra dalam hal ini target dari bantuan pembangunan. Dari perspektif
politik domestik di negara pendonor, akuntabilitas eksternal pada gilirannya penting
agar cabang eksekutif dari negara pendonor dapat menunjukkan akuntabilitas
vertikal ke parlemen dan pembayar pajaknya, untuk menunjukkan efektifitas
penggunaan dana publik yang dialokasikan untuk bantuan pembangunan (De Renzio,
2007, hal. 2)
2.1.2
Akuntabilitas adalah konsep yang tidak jelas.
Pembahasan tentang akuntabilitas seringkali mencerminkan
adanya perbedaan konteks yang dimaksud mengenai akuntabilitas antara akademisi
barat dengan Negara berkembang, terutama di tingkat daerah. Akuntabilitas sering digunakan dalam
konteks pembangunan tetapi dinegara berkembang istilah ini sering digunakan
untuk transparansi keuangan atau keterbukaaan dalam pembuatan keputusan,
sehingga menimbulkan konsep yang berbeda dan tidak jelas (Lawson and Rakner, 2005, hal. 20).
2.1.3
Mengapa pengenalan akuntabilitas penting dan
tidak otomatis?
Ada alasan mengapa penandatangan Deklarasi Paris telah
menyetujui pengenalan akuntabilitas sebagai bagian integral dari bantuan
pembangunan. Akuntabilitas vertikal antara pemerintah mitra dan warganya
merupakan prekursor penting untuk kepemilikan negara dari program-program
pembangunan. Kepemilikan negara telah ditemukan menjadi penentu utama dari
keberlanjutan reformasi dan untuk mencegah penyalahgunaan dana, misalnya
korupsi (Mfunwa, 2006, hal 8; De Renzio, 2007). Namun, sifat kompleks
akuntabilitas yang berbeda menyebabkan proses pengenalan akuntabilitas tidak
selalu linear Dengan demikian, pengembangan masyarakat yang bertujuan untuk
mempromosikan akuntabilitas harus dilaksanakan secara hati-hati untuk memastikan
bahwa tindakan yang sebenarnya mempromosikan hasil pembangunan yang
berkelanjutan.
2.2
Akuntabilitas di lingkungan desentralisasi
Usaha untuk meningkatkan tanggung jawab vertikal adalah
dengan mendesentralisasikan fungsi pemerintah. Desentralisasi adalah
memberdayakan pemerintah lokal dan menghadirkan organisasi yang besar (Alicias et al, 2007, hal. 4-5).
Desentralisasi masih menyisakan tanggung jawab kepada pemerintah pusat untuk
prioritas kebijakan dan hukum. Desentralisasi memberikan peluang untuk tanggung jawab vertikal tetapi merupakan tantangan
untuk tanggung jawab horisontal.
Pemilu yang bebas dan adil adalah cara untuk meyakinkan terwakilinya
aspirasi publik, hanya
saja seringkali pemilu tidak cukup untuk meyakinkan tanggung jawab secara vertikal.
Tranparansi anggaran dan implementasinya adalah bagian yang penting dalam
proses pemantauan dan advokasi. Selain itu media memiliki peran penting dalam
meningkatkan akuntabilitas kepada masyarakat (Blair, 2000, hal. 31)
2.3
Dukungan anggaran dan dampaknya terhadap
akuntabilitas
Dukungan anggaran meningkatkan hubungan tanggung jawab
horisontal dengan negara pemberi bantuan. Menunjukkan tanggung jawab eksternal kepada
negara pendonor secara umum meningkatkan kredibilitas dan transparansi dalam proses
penganggaran dan audit dari negara pendonor. Ketika negara pendonor lemah dalam
sistem akuntabilitas dan manajemen keuangan, maka akan ada resiko yang tinggi di mana bantuan tersebut akan disalahgunakan.
Dukungan anggaran tidak hanya mengurangi dampak negatif dari tanggung jawab
eksternal dan vertikal, tetapi juga meningkatkan akuntabilitas vertikal dan horisontal di
dalam negeri
3.
Manajemen Keuangan Publik Indonesia Dan Kerangka
Dukungan Anggaran.
3.1
Desentralisasi ala Indonesia.
Presiden Habibi mengumumkan kebijakan desentralisasi
sebagai transformasi untuk merubah manajemen fiskal dan politik. Kekuatan
politik dan fiskal ditransfer dari pemerintah pusat ke 440 wilayah, Kabupaten/ Kota. Desentralisasi pemerintahan daerah berfokus pada desentralisasi
politik dan administrasi termasuk
tanggung jawab pengeluaran dan
akuntabilitas dan kemudian berfokus pada keseimbangan fiskal yang mengatur distribusi pendapatan untuk
daerah. Hal ini kontras dengan masa pemerintahan Soeharto, dimana kekuasaan
terkonsentrasi di Jakarta dan pemerintah pusat mengambil keuntungan sumber daya yang
cukup besar dari daerah untuk
kepentingan pembangunan pulau Jawa.
3.2
Proses anggaran Indonesia.
3.2.1
Proses Anggaran di Tingkat Pusat.
Indonesia menerapkan
reformasi penting dalam kaitannya dengan proses anggaran pusat, yaitu
menggunakan tiga pendekatan anggaran, yaitu: anggaran terpadu sehingga yang
dikecualikan sebelumnya sekarang disertakan dalam anggaran, kerangka
pengeluaran jangka menengah, dan anggaran berbasis kinerja Namun, Sampai
saat ini, proses perumusan anggaran lebih
terfokus pada input dari pada pelaksanaan prioritas politik pemerintah, dan
sistem ini sangat tidak fleksibel (Bank Dunia, 2007, hal. 102).
3.2.2
Proses anggaran di tingkat regional.
Bank Dunia menyatakan bahwa,
dalam prakteknya, proses anggaran regional belum transparan (Bank
Dunia, 2007, hal. 126). Hal ini dapat terjadi karena tiga aspek akuntabilitas. Pertama, dalam kaitannya dengan transparansi, pelaporan yang
diperlukan dalam informasi keuangan dari daerah kepada pemerintah pusat tidak
teratur dan tidak lengkap. Kedua, sehubungan dengan answerability, meskipun penganggaran berbasis kinerja tidak memiliki potensi untuk
meningkatkan akuntabilitas disisi pengeluaran untuk penduduk daerah, sampai
saat ini pelaksanaan lemah karena keterbatasan kapasitas teknis pemerintah
daerah dan peraturan dan petunjuk dari kementerian pusat yang bertentangan (Bank
Dunia, 2008b, p. 75). Dan yang ketiga, dalam
kaitannya dengan pengendalian, Badan Pemeriksa Keuangan secara teratur hanya
mengaudit sekitar 60% dari pemerintah daerah karena kurangnya sumber daya.
Pemerintah daerah harus
melakukan penganggaran kinerja dan mengembangkan kerangka
pengeluaran jangka menengah. Perencanaan Partisipatif dan masukan masyarakat yang diamanatkan bagian dari proses anggaran.
Anggaran digabungkan dengan masuknya sumber pendapatan dalam anggaran.
Meningkatkan akuntabilitas vertikal dan transparansi, semua pendapatan dari
pemerintah pusat (selain dana dekonsentrasi) serta pendapatan asli daerah harus
dimasukkan dalam anggaran daerah, dan semua penggunaan dana harus disetujui
oleh parlemen daerah.
3.3
Mekanisme pemberian
Dalam proses anggaran pusat dan daerah dalam arti luas, terdapat
perbedaan mekanisme untuk mengalokasikan hibah kepada pemerintah
daerah yang
akan digunakan untuk memberikan dukungan anggaran, dapat diuraikan sebagai
berikut.
3.3.1 Mekanisme pemberian yang berjalan sekarang
Alokasi hibah umum yang
disebutkan di atas memiliki dua komponen: jumlah yang meliputi pelayanan
publik, dan jumlah dihitung pada wilayah masing-masing tingkat
untuk menutupi perbedaan antara kapasitas fiskal dan kebutuhan belanja. Hibah
ini tidak perlu dipertimbangkan dengan sangat rinci, sebagaimana penerapan alokasi hibah khusus yang memiliki relevansi untuk menjelaskan
mekanisme baru on-granting. Hibah
alokasi khusus biasanya dialokasikan oleh pemerintah pusat untuk kesehatan,
pendidikan, pembangunan infrastruktur, industri lokal atau lingkungan.
Dana
ini tidak termasuk dalam APBD tetapi berdampak pada belanja pembangunan daerah yaitu dana dekonsentrasi. Dana ini diberikan langsung oleh lembaga-lembaga pusat
untuk lembaga mitra sektoral di tingkat regional. Dana ini umumnya menurun secara signifikan dan akan segera disalurkan
melalui hibah alokasi umum (Bank
Dunia, 2007, hal 125).
3.3.2 Mekanisme dukungan anggaran yang baru
Pemerintah daerah bertanggungjawab
atas kebijakan berpengaruh besar terhadap kemiskinan, termasuk penyediaan
layanan, sehingga banyak donor termasuk
Australia menargetkan bantuan mereka ke tingkat regional. Meskipun Indonesia
saat ini dikategorikan sebagai negara berkembang berpendapatan menengah, tetapi
kesenjangan masih tetap terjadi dibeberapa daerah yang berada pada tingkat berpenghasilan
rendah (Commonwealth of Australia,
2008, hlm 2-3). Sebelum dana diberikan
dilakukan dua perjanjian yaitu perjanjian antara pemerintah
pusat dan pendonor, dan perjanjian antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
yang bersangkutan. Hal ini dilakukan guna membangun dua baris pertanggung
jawaban.
Mekanisme penerusan hibah belum dapat diuji dalam prakteknya. Misalnya, peraturan tidak menjelaskan akuntabilitas horizontal antara Departemen Keuangan dan instansi sektoral. Namun, mengingat minat donor dalam mendukung desentralisasi, menargetkan ketidakadilan regional dan perpindahan modalitas dukungan donor sehingga penggunaan
mekanisme penerusan hibah kemungkinan akan menjadi sangat signifikan.
4.
Bagaimana mekanisme on-granting
mempengaruhi akuntabilitas di Gorontalo?
Artikel ini akan menganalisis struktur manajemen keuangan publik
Gorontalo dan dampak akuntabilitas dari mekanisme hibah, serta mengangkat isu-isu yang relevan untuk pelaksanaan
mekanisme baru penerusan hibah.
4.1
Gorontalo dan penyediaan dukungan anggaran
Gorontalo adalah provinsi yang baru saja didirikan dan terdiri dari enam
kabupaten di timur laut Pulau Sulawesi. Gorontalo adalah daerah termiskin di
Indonesia, tetapi setelah ditetapkan sebagai provinsi, Gorontolo menerima
tambahan bantuan dari pemerintah pusat berupa hibah dana alokasi umum dan dana
dekonsentrasi dari kementerian sehingga dapat meningkatkan tingkat pendapatan
setempat. Di samping itu Gorontalo juga berada pada tingkat terendah ketiga untuk
nilai produk domestik regional bruto per kapita di Indonesia dan penyediaan
layanan publik dan indikator sosial-ekonomi yang terus menurun (World Bank,
2008b, pp. 2, 3, 19)
Dukungan anggaran diberikan melalui mekanisme pemberian
langsung kepada pemerintah daerah yang berkinerja tinggi khususnya yang telah
melakukan usaha tambahan tertentu dalam perbaikan pencapaian kinerja manajemen
keuangan. Pemberian bantuan teknis juga akan dipertimbangkan untuk mendukung
pelaksanaan reformasi. Sebuah program percontohan sedang dipertimbangkan oleh beberapa pendonor
yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan pengelolaan
keuangan publik dari beberapa daerah yang dipilih dengan memberikan insentif
kepada pemerintah daerah.
4.1.1
Manajemen Keuangan Publik dan Struktur
Akuntabilitas yang sudah ada di Gorontalo
Pemerintah Daerah Gorontalo belum bisa menyediakan hasil
pembangunan yang berkualitas bagi warganya. Sepertiga dari dana dihabiskan
untuk administrasi pemerintahan. Pengeluaran untuk pendidikan mengalami
penurunan, namun tetap menjadi anggaran pengeluaran terbesar kedua yakni
sebesar 20% dari total pengeluaran, diikuti oleh anggaran infrastruktur dengan
nilai sekitar 15% (Bank Dunia, 2008b, hal. 36). Nilai pendapatan dalam APBD, lebih dari 80 % merupakan nilai hibah
dana alokasi umum (World Bank, 2008b, hal. 22). Dana Alokasi Khusus ke Gorontalo membuat
naik anggaran daerah sekitar 10% terutama yang digunakan untuk membiayai
program pendidikan dan kesehatan dan pembangunan jalan (Bank Dunia, 2008b, hal.26). Belanja dekonsentrasi meningkat dari 24%
dari total belanja daerah di tahun 2002 menjadi 60% pada tahun 2006 (Bank Dunia, 2008b, hal. 34) dan sekarang merupakan persentase keenam
tertinggi di Indonesia (World Bank, 2008b, hal. 41). Sebagian besar dana tersebut dihabiskan untuk pendidikan,
infrastruktur, kesehatan dan pertanian (World Bank, 2008b, hal. 42).
Gorontalo telah menerapkan sejumlah reformasi dalam
proses penganggaran. Sesuai dengan amanat Sistem Perencanaan Daerah yang
ditetapkan secara nasional, Pemerintah Daerah wajib menyusun perencanaan jangka
panjang (20 tahun), jangka menengah (lima tahun) dan rencana tahunan (Bank
Dunia, 2008b, hal. 74). Penganggaran berbasis kinerja, dimulai
di Gorontalo pada tahun 2003 (World Bank, 2008b, hal. 76). Pendekatan partisipatif yang
dilaksanakan di Gorontalo untuk proses penyusunan anggaran memiliki manfaat
signifikan dalam akuntabilitas tingkat vertikal di samping itu audit juga telah
dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, Gorontalo juga mengimplementasikan
prosedur audit sendiri yang komprehensif di tingkat Provinsi dan Kabupaten.
4.1.2
Dana Alokasi Khusus dan Potensi Dampak
Penyalurannya terhadap Tingkat Akuntabilitas
Meskipun tidak ada penelitian yang secara khusus tersedia
yang menganalisa dampak hibah Dana Alokasi Khusus pada akuntabilitas di
Gorontalo, penelitian di Indonesia membantu untuk mengangkat isu-isu yang dapat
menunjukkan dampak positif yang terbatas pada akuntabilitas dan efektivitas
mekanisme penyalurannya.
Secara teori, hibah Dana Alokasi Khusus dapat
meningkatkan akuntabilitas dengan memindahkan beban tanggung jawab untuk
pelaksanaan kegiatan yang didanai oleh hibah dana alokasi khusus kepada tingkat
kabupaten sehingga bisa berhubungan langsung dengan warga. Selaku pemerintah
daerah, koordinasi harus ditingkatkan dengan membentuk tim terpadu untuk
mengelola perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan monitoring kegiatan dan
memastikan bahwa tim tersebut tidak tumpang tindih dengan program pembangunan
lainnya (SMERU Institute, 2008, hal. 14). Dalam praktek hibah dana khusus alokasi dapat memiliki implikasi
negatif terhadap akuntabilitas karena hal-hal berikut ini.
a)
Kurangnya koordinasi kebijakan dan kepemilikan lokal dari sektor-sektor
prioritas.
b)
Kurangnya transparansi.
c)
Merongrong tujuan desentralisasi.
d)
Menciptakan penundaan lebih lanjut dan biaya administrasi.
e)
Kurangnya pengawasan dan evaluasi.
f)
Merongrong
reformasi pengelolaan keuangan publik.
5.
Pelajaran untuk penyediaan dukungan anggaran
kepada pemerintah daerah di Indonesia
5.1
Pemahaman berkelanjutan dari dinamika politik
lokal, ekonomi dan sosial sangat penting
Pembahasan mengenai sifat kompleks dari akuntabilitas
dalam lingkungan terdesentralisasi, menunjukkan bahwa hampir mustahil untuk
memprediksi bagaimana pemberian bantuan pembangunan melalui dukungan anggaran
akan berdampak pada struktur akuntabilitas lokal dan dinamika politik di
Gorontalo, tanpa melalui analisis mendalam tentang struktur pemerintahan yang
ada. Tanpa pemahaman ini, penyediaan dukungan anggaran bisa kurang efektif.
Meskipun beberapa dari masalah ini bisa diatasi dengan desain yang baik,
pemerintah lainnya mungkin memerlukan perubahan yang lebih luas, seperti revisi
mekanisme penerusan hibah. Harus diakui juga bahwa penyediaan dukungan anggaran ke Indonesia pasti
akan menggeser keseimbangan
politik kekuasaan, misalnya dengan meningkatnya kekuasaan Kementerian Keuangan terhadap biaya kementerian lainnya, dan menurunkan insentif bagi akuntabilitas vertikal untuk outcome penurunan
kemiskinan (Koeberle dan Stavreski, 2006, hal. 14).
Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan
ketegangan antar kementerian, setidaknya dalam jangka pendek (Pengembangan Jasa Informasi, 2006, hal.108).
5.2
Sebuah hubungan kepercayaan harus
dikembangkan antara donor dan pemerintah daerah.
Adanya hubungan kepercayaan atara perwakilan
donor dan mitra pemerintah akan membuat dukungan anggaran menjadi lebih efektif
dan Kepercayaan didorong dari pengalaman negosiasi (Mosley dan
Abrar, 2006, hal. 311-312). Selanjutnya mengenai
tantangan untuk membangun hubungan kepercayaan,
pilihan pemerintah daerah terhadap pendanaan
selalu politis (Devarajan
dan Shah, 2006,
p.387). Persaingan antar pemerintah daerah terhadap dana on-granted dapat mendorong daerah untuk mempercepat reformasi pengelolaan keuangan publik seperti yang telah dicapai di Gorontalo. Namun,
pilihan fokus atas alokasi sumber daya
pembangunan kemungkinan akan mencerminkan
prioritas politik dari pemerintah pusat, dan bahkan mungkin negara donor, dalam preferensi untuk mempertimbangkan dinamika lokal yang relevan dan kepentingan sasaran
daerah. Koordinasi tingkat pusat dan penentuan prioritas nasional jelas penting, tapi donor
harus memperhatikan dinamika politik dan juga berusaha
untuk mengembangkan hubungan kepercayaan yang efektif
langsung dengan pemerintah mitra di tingkat regional.
5.3
Kurangnya perhatian pada sisi permintaan cenderung
membatasi manfaat akuntabilitas.
Sebelum keputusan untuk merancang program bagi penyediaan dukungan
anggaran, tidak hanya sisi penawaran dari sistem
pengelolaan keuangan publik harus
dianalisis, tetapi perhatian juga
harus diberikan pada analisis dari sisi permintaan. Rincian
mengenai bagaimana masyarakat mengakses dan
memproses informasi, serta mengekspresikan suara mereka harus diteliti
dan dianalisis. Membuat informasi anggaran tersedia untuk publik
tidak berarti bahwa informasi tersebut
akan secara otomatis dapat diakses dan dianalisis. Hal ini penting sebagai penyediaan dukungan untuk
mengembangkan kapasitas pemangku kepentingan eksternal, seperti DPRD,
media atau masyarakat sipil yang lebih luas, dalam
mengakses dan menganalisa informasi
yang tersedia, serta untuk melobi dan memantau pelaksanaan program pemerintah
(Layanan Informasi Pembangunan, 2006 p.116).
5.4
Kemampuan peningkatan pendapatan juga
penting.
Kegagalan dalam
upaya peningkatan pendapatan yang
adil dan efektif dari daerah juga akan membatasi
manfaat perbaikan dalam akuntabilitas yang dibawa oleh dukungan anggaran. Penyediaan dana asing melalui mekanisme penerusan hibah kemungkinan akan memperburuk adanya disinsentif bagi daerah terhadap sumbernya dan mengumpulkan pendapatan mereka sendiri
karena tingginya tingkat dukungan pemerintah pusat mengakibatkan surplus anggaran daerah. Situasi ini mendorong
daerah untuk secara fiskal tergantung pada dana
dari pemerintah pusat atau donor
sehingga bertentangan dengan tujuan
desentralisasi agar pemerintah daerah
lebih akuntabel kepada masyarakatnya.
Program-program dukungan anggaran harus mencakup strategi bagaimana pemerintah daerah dapat mengatasi disinsentif untuk meningkatkan pendapatan. Argumen ini mengangkat isu-isu
potensial bahwa dukungan anggaran jauh lebih signifikan jika jumlah bantuan
yang diberikan adalah proporsi tinggi anggaran pemerintah daerah. Namun, dana
yang diberikan melalui dukungan anggaran akan menjadi bagian kecil dari
anggaran daerah, pemerintah donor seharusnya tidak hanya melihat untuk
menciptakan insentif pada sisi pengeluaran, tetapi juga harus membantu
pemerintah sahabat untuk mengembangkan kapasitas mereka di sisi pendapatan (Moore,
1998, hal.110 ).
Bisa dikatakan bahwa perpanjangan argumen ini adalah
bahwa semua bantuan pembangunan dapat menciptakan ketergantungan pada tingkat
tertentu, dan harus berhenti agar mendukung pemerintah mitra "berjalan
sendiri". Namun, artikel ini tidak berpendapat bahwa negara-negara maju
tidak harus membantu negara-negara berkembang. Besarnya ketidaksetaraan pada
pendapatan di seluruh dunia memandatkan perlunya dana dan bantuan teknis untuk
mengalir dari negara kaya ke negara miskin. Namun, artikel ini tidak hanya
menunjukkan adanya dukungan anggaran saja, melainkan juga peningkatan pada
bantuan berbasis proyek, dan belum tentu memberikan dampak positif terhadap
akuntabilitas dan karenanya meningkatkan hasil - hasil pembangunan. Keuntungan
dalam akuntabilitas vertikal melalui dukungan anggaran mungkin terbatas di mana
yang sesuai tidak ada perhatian untuk pengembangan otonomi pemerintah daerah di
sisi pendapatan asli daerah. Jika hal ini dianggap serius, mungkin memiliki
konsekuensi yang menantang bagi negara-negara donor yang mungkin perlu untuk
melihat lebih jujur pada bagaimana sistem perdagangan internasional, mobilitas
tenaga kerja dan insentif untuk dampak investasi asing langsung pada pendapatan
dari negara-negara berkembang.
6.
Kesimpulan
Secara teori, memberikan bantuan pembangunan melalui dukungan anggaran berpotensi untuk meningkatkan akuntabilitas dan untuk menghasilkan
hasil-hasil pembangunan yang lebih
berkelanjutan, daripada yang terjadi dengan bentuk bantuan berbasis proyek tradisional. Akuntabilitas vertikal, khususnya di
negara yang terdesentralisasi, harus
diperkuat karena pemerintah mitra
bertanggungjawab langsung kepada masyarakat
untuk hasil pengeluaran.
Pengujian atas pemberian
hibah ke Provinsi Gorontalo menunjukkan adanya dampak potensial dari
dukungan anggaran pada akuntabilitas. Di Gorontalo, dana yang diberikan melalui mekanisme penerusan hibah, jika pemerintahnya
tidak mengambil keputusan dalam perencanaan anggaran
maka hal ini dapat menggangu inisiatif daerah
dalam reformasi manajemen keuangan
publik dan otoritas atas pelayanan dan peningkatan
pendapatan, sehingga melemahkan proses
desentralisasi dan akuntabilitas vertikal.
Meningkatkan akuntabilitas bukanlah tujuan langsung,
melainkan pilihan untuk memperkuat
lini akuntabilitas tertentu yang bersifat politis dan harus dibahas dengan pertimbangan penuh dari semua dinamika politik dan fiskal secara relevan. Donor tidak harus
menyerah pada keputusan untuk memberikan bantuan melalui dukungan anggaran, hanya karena menyajikan cara sederhana untuk memberikan dana pembangunan
yang lebih, tanpa peningkatan
yang sepadan dalam biaya administrasi.
Analisis dapat digunakan untuk
mempromosikan beberapa dampak positif
terhadap akuntabilitas dari
pemberian dukungan anggaran. Namun, ada keterbatasan dalam program dukungan anggaran
yang harus ditunjukkan oleh donor agar lebih efektif mempromosikan
akuntabilitas. Pendonor mungkin perlu mempertimbangkan untuk memberikan bantuan di
daerah yang lebih sensitif secara politis.
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut
1xbet korean domain www.sportsbet.io
BalasHapus1xbet korean. septcasino In งานออนไลน์ no time is gambling 1xbet illegal in a country with some of the world's largest online sportsbooks. We provide you with free daily casino bonuses,