Senin, 16 November 2015

RINGKASAN ARTIKEL IMPACT OF BUDGET SUPPORT ON ACCOUNTABILITIES AT THE LOCAL LEVEL IN INDONESIA



IMPACT OF BUDGET SUPPORT
ON ACCOUNTABILITIES AT THE LOCAL LEVEL
IN INDONESIA

DAMPAK DUKUNGAN ANGGARAN TERHADAP AKUNTABILITAS PADA PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA
Oleh: Philippa Venning

Artikel ini membahas konsep akuntabilitas dan menjelaskan pengalaman bahwa pemberian dukungan anggaran pada suatu wilayah, dalam satu negara, tidak bisa dengan mudah mengubah asumsi bahwa dukungan anggaran akan meningkatkan akuntabilitas dalam konteks lain. Akuntabilitas adalah sebuah kunci dalam mencapai hasil (outcomes) yang lebih efektif. Peningkatan akuntabilitas proyek dapat terjadi karena dukungan dari lembaga pemberi pinjaman (lembaga donor).
Penelitian ini dilakukan pada salah satu dari 33 provinsi di Indonesia yaitu Gorontalo, dalam rangka menguji dinamika lokal yang ada dan meramalkan bagaimana dampak dukungan anggaran oleh lembaga donor.

1.             Dukungan Anggaran: Sejarah dan Tren
1.1          Konteks Historis dalam Penyediaan Dukungan Anggaran
Pada tahun 1960an negara berkembang membiayai anggarannya dari pendapatan sendiri dan dari dana donor. Meningkatkannya angka kemiskinan dibanyak negara berkembang akibat krisis ekonomi tahun 1970an menyebabkan arus masuk bantuan semakin besar dan banyak negara berkembang berhenti mendanai pengeluaran modalnya (Moore, 1998, hal. 108-109). Lembaga pemberi bantuan mulai terlibat dalam sistem perencanaan dan anggaran terutama sektor kesehatan dan pendidikan.
Untuk meningkatkan adanya reformasi di negara berkembang dan untuk mempromosikan akuntabilitas dalam penggunaan bantuan, pada tahun 1990an pendonor mulai memberikan bantuan pembangunan melalui pendekatan sector-wide approaches (SWAPs). Sebuah SWAP terjadi jika dana donor mereka digunakan untuk mendukung suatu kebijakan pemerintah pada sektor tertentu (Moore, 1998, p. 109; White, 2007). Sebagai contoh, Australia adalah pendonor utama SWAP untuk mendukung Papua Nugini di sektor kesehatan.
Dewasa ini, pendonor sudah mulai bergeser dari mendukung sektor tertentu menjadi menyokong dana anggaran pemerintah secara langsung, yang lebih dikenal sebagai dukungan anggaran. Contoh, negara yang menerima dukungan anggaran termasuk Uganda, dimana pendonor sekarang membiayai hampir separuh total pembelanjaan pemerintah (Atingi-Ego, 2006) dan Mozambique, dimana 35% total bantuan asing hampir 20% dari total anggaran belanja pemerintah (Binkert Dan Sulemane, 2006). Dukungan anggaran dapat juga disediakan kepada pemerintah daerah, seperti dukungan anggaran dari Bank Dunia untuk pemerintah pusat dan provinsi di India dan Pakistan (Devarajan dan Shah, 2006).

1.2          Apakah dukungan anggaran dan mengapa semakin meningkat?
Bank Dunia mendefinisikan dukungan anggaran sebagai bantuan pembangunan rutin dalam anggaran pemerintah untuk mendukung program jangka menengah, yang menggunakan sistem manajemen keuangan pemerintah dan proses anggaran. Secara umum ada dua hal yang memotivasi keputusan pendonor untuk memberikan bantuan melalui dukungan anggaran yaitu untuk meningkatkan hasil pembangunan dan meningkatkan efektivitas penyaluran bantuan (DFID, 2007b, hal.1).
Dengan menambah anggaran pemerintah dengan dana asing yang disediakan, maka lebih banyak dana yang tersedia untuk belanja publik. Dukungan anggaran juga sebagai respon dampak negatif kebijakan masa lalu dan penyesuaian struktural. pendonor memberikan dukungan anggaran untuk mengurangi ketegangan pada sistem pemerintah mitra, menyelaraskan kegiatan pendonor dengan kebijakan dan prioritas dari pemerintah mitra dan memberdayakan kondisi pada pemerintah mitra.
Dalam tataran praktis, dengan seruan dari PBB bahwa negara kaya agar meningkatkan bantuannya sampai dengan 0,7% dari GNP, maka pendonor perlu mencari bentuk baru bantuan untuk memfasilitasi peningkatan bantuan. Pendonor perlu menemukan mekanisme yang dapat menyalurkan jumlah bantuan yang lebih besar dengan lebih efektif, tanpa peningkatan yang sepadan pada biaya administrasi. Dukungan anggaran memberikan pilihan yang menarik untuk menyediakan dana yang signifikan tanpa perlu untuk mengelola kontrak besar dan melaksanakan proyek. Melekat dalam dua penggerak dukungan anggaran tersebut adalah tujuan untuk mempromosikan akuntabilitas yang merupakan konsep baru yang sedang diadaptasi (DFID, 2004. hal.1).
2.             Dukungan anggaran dan akuntabilitas pada lingkungan yang terdesentralisasi.
2.1          Apa yang dimaksud dengan akuntabilitas?
Akuntabilitas dapat didefinisikan dalam berbagai cara yang berbeda, tetapi yang akan digunakan untuk tujuan makalah ini adalah merujuk kepada bagaimana masyarakat bisa memegang perwakilan politik mereka untuk tanggung jawab terkait dampak dan kegiatan atas keputusannya (Blair, 2000, hal. 24). Akuntabilitas dapat dipahami dalam tiga aspek, yaitu: i) transparansi, yaitu keputusan diambil secara terbuka; ii) answerability, yaitu keputusan dapat dipertanggung jawabkan kepada publik dan, iii) controllability, yaitu adanya pengendalian dan sanksi terhadap keputusan. (Lawson and Rakner, 2005, hal.10; United Nations Capital Development Fund, 2005, hal.180).
Akuntabilitas beroperasi disejumlah arah yang berbeda yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Akuntabilitas langsung dari pengambil keputusan untuk umum biasanya disebut sebagai "akuntabilitas vertikal". Akuntabilitas vertikal dapat berasal dari sisi permintaan maupun penawaran. Sisi penawaran mengacu mekanisme institusional, seperti ketentuan informasi anggaran yang akurat dan dapat diakses, serta proses untuk mengumpulkan dan memberikan tindakan umpan balik dari organisasi masyarakat sipil, parlemen, auditor atau pihak eksternal lainnya (Fölscher, 2006b, hal. 134). Parlemen, media dan masyarakat sipil adalah stakeholder eksternal kunci pada sisi permintaan akuntabilitas vertikal
Akuntabilitas horizontal mengacu pada cara dimana akuntabilitas tidak langsung antara pengambil keputusan dan masyarakat didelegasikan melalui kekuasaan pemerintah (Lawson dan Rakner, 2005, hal. 10). Sebagai contoh, dapat merujuk kepada hubungan antara legislatif, eksekutif dan yudikatif; hubungan dalam kekuasaan dari pemerintah tersebut; dan hubungan antara unsur-unsur seperti kabinet, instansi dan departemen lain, auditor dan komisi khusus (Lawson dan Rakner, 2005, hal. 10). Dalam makalah ini juga digunakan untuk mengacu kepada hubungan akuntabilitas antara berbagai tingkat pemerintahan, seperti pusat dan pemerintah daerah di Indonesia.

2.1.1        Akuntabilitas eksternal dalam bantuan pembangunan.
Secara khusus dalam konteks pembangunan, akuntabilitas eksternal biasanya mengacu pada akuntabilitas pemerintah mitra untuk entitas internasional seperti lembaga multilateral atau negara donor, misalnya untuk penggunaan dana asing. Akuntabilitas eksternal juga mencakup garis akuntabilitas antara negara pendonor dan lembaga-lembaga serta penerima manfaat di negara mitra dalam hal ini target dari bantuan pembangunan. Dari perspektif politik domestik di negara pendonor, akuntabilitas eksternal pada gilirannya penting agar cabang eksekutif dari negara pendonor dapat menunjukkan akuntabilitas vertikal ke parlemen dan pembayar pajaknya, untuk menunjukkan efektifitas penggunaan dana publik yang dialokasikan untuk bantuan pembangunan (De Renzio, 2007, hal. 2)

2.1.2        Akuntabilitas adalah konsep yang tidak jelas.
Pembahasan tentang akuntabilitas seringkali mencerminkan adanya perbedaan konteks yang dimaksud mengenai akuntabilitas antara akademisi barat dengan Negara berkembang, terutama di tingkat daerah. Akuntabilitas sering digunakan dalam konteks pembangunan tetapi dinegara berkembang istilah ini sering digunakan untuk transparansi keuangan atau keterbukaaan dalam pembuatan keputusan, sehingga menimbulkan konsep yang berbeda dan tidak jelas (Lawson and Rakner, 2005, hal. 20).

2.1.3        Mengapa pengenalan akuntabilitas penting dan tidak otomatis?
Ada alasan mengapa penandatangan Deklarasi Paris telah menyetujui pengenalan akuntabilitas sebagai bagian integral dari bantuan pembangunan. Akuntabilitas vertikal antara pemerintah mitra dan warganya merupakan prekursor penting untuk kepemilikan negara dari program-program pembangunan. Kepemilikan negara telah ditemukan menjadi penentu utama dari keberlanjutan reformasi dan untuk mencegah penyalahgunaan dana, misalnya korupsi (Mfunwa, 2006, hal 8; De Renzio, 2007). Namun, sifat kompleks akuntabilitas yang berbeda menyebabkan proses pengenalan akuntabilitas tidak selalu linear Dengan demikian, pengembangan masyarakat yang bertujuan untuk mempromosikan akuntabilitas harus dilaksanakan secara hati-hati untuk memastikan bahwa tindakan yang sebenarnya mempromosikan hasil pembangunan yang berkelanjutan.

2.2          Akuntabilitas di lingkungan desentralisasi
Usaha untuk meningkatkan tanggung jawab vertikal adalah dengan mendesentralisasikan fungsi pemerintah. Desentralisasi adalah memberdayakan pemerintah lokal dan menghadirkan organisasi yang besar (Alicias et al, 2007, hal. 4-5). Desentralisasi masih menyisakan tanggung jawab kepada pemerintah pusat untuk prioritas kebijakan dan hukum. Desentralisasi memberikan peluang untuk tanggung jawab vertikal tetapi merupakan tantangan untuk tanggung jawab horisontal.
Pemilu yang bebas dan adil adalah cara untuk meyakinkan terwakilinya aspirasi publik, hanya saja seringkali pemilu tidak cukup untuk meyakinkan tanggung jawab secara vertikal. Tranparansi anggaran dan implementasinya adalah bagian yang penting dalam proses pemantauan dan advokasi. Selain itu media memiliki peran penting dalam meningkatkan akuntabilitas kepada masyarakat (Blair, 2000, hal. 31)

2.3          Dukungan anggaran dan dampaknya terhadap akuntabilitas
Dukungan anggaran meningkatkan hubungan tanggung jawab horisontal dengan negara pemberi bantuan. Menunjukkan tanggung jawab eksternal kepada negara pendonor secara umum meningkatkan kredibilitas dan transparansi dalam proses penganggaran dan audit dari negara pendonor. Ketika negara pendonor lemah dalam sistem akuntabilitas dan manajemen keuangan, maka akan ada resiko yang tinggi di mana bantuan tersebut akan disalahgunakan. Dukungan anggaran tidak hanya mengurangi dampak negatif dari tanggung jawab eksternal dan vertikal, tetapi juga meningkatkan akuntabilitas vertikal dan horisontal di dalam negeri

3.             Manajemen Keuangan Publik Indonesia Dan Kerangka Dukungan Anggaran.
3.1          Desentralisasi ala Indonesia.
Presiden Habibi mengumumkan kebijakan desentralisasi sebagai transformasi untuk merubah manajemen fiskal dan politik. Kekuatan politik dan fiskal ditransfer dari pemerintah pusat ke 440 wilayah, Kabupaten/ Kota. Desentralisasi pemerintahan daerah berfokus pada desentralisasi politik dan administrasi termasuk tanggung jawab pengeluaran dan akuntabilitas dan kemudian berfokus  pada keseimbangan fiskal  yang mengatur distribusi pendapatan untuk daerah. Hal ini kontras dengan masa pemerintahan Soeharto, dimana kekuasaan terkonsentrasi di Jakarta dan pemerintah pusat mengambil keuntungan sumber daya yang cukup besar dari daerah untuk kepentingan pembangunan pulau Jawa.



3.2          Proses anggaran Indonesia.
 3.2.1   Proses Anggaran di Tingkat Pusat.
Indonesia menerapkan reformasi penting dalam kaitannya dengan proses anggaran pusat, yaitu menggunakan tiga pendekatan anggaran, yaitu: anggaran terpadu sehingga yang dikecualikan sebelumnya sekarang disertakan dalam anggaran, kerangka pengeluaran jangka menengah, dan anggaran berbasis kinerja Namun, Sampai saat ini, proses perumusan anggaran lebih terfokus pada input dari pada pelaksanaan prioritas politik pemerintah, dan sistem ini sangat tidak fleksibel (Bank Dunia, 2007, hal. 102).

 3.2.2   Proses anggaran di tingkat regional.
Bank Dunia menyatakan bahwa, dalam prakteknya, proses anggaran regional belum transparan (Bank Dunia, 2007, hal. 126). Hal ini dapat terjadi karena tiga aspek akuntabilitas. Pertama, dalam kaitannya dengan transparansi, pelaporan yang diperlukan dalam informasi keuangan dari daerah kepada pemerintah pusat tidak teratur dan tidak lengkap. Kedua, sehubungan dengan answerability, meskipun penganggaran berbasis kinerja tidak  memiliki potensi untuk meningkatkan akuntabilitas disisi pengeluaran untuk penduduk daerah, sampai saat ini pelaksanaan lemah karena keterbatasan kapasitas teknis pemerintah daerah dan peraturan dan petunjuk dari kementerian pusat yang bertentangan (Bank Dunia, 2008b, p. 75). Dan yang ketiga, dalam kaitannya dengan pengendalian, Badan Pemeriksa Keuangan secara teratur hanya mengaudit sekitar 60% dari pemerintah daerah karena kurangnya sumber daya.
Pemerintah daerah harus melakukan penganggaran kinerja dan mengembangkan kerangka pengeluaran jangka menengah. Perencanaan Partisipatif dan masukan masyarakat yang diamanatkan bagian dari proses anggaran. Anggaran digabungkan dengan masuknya sumber pendapatan dalam anggaran. Meningkatkan akuntabilitas vertikal dan transparansi, semua pendapatan dari pemerintah pusat (selain dana dekonsentrasi) serta pendapatan asli daerah harus dimasukkan dalam anggaran daerah, dan semua penggunaan dana harus disetujui oleh parlemen daerah.

3.3          Mekanisme pemberian
Dalam proses anggaran pusat dan daerah dalam arti luas, terdapat perbedaan mekanisme untuk mengalokasikan hibah kepada pemerintah daerah yang akan digunakan untuk memberikan dukungan anggaran, dapat diuraikan sebagai berikut.
 3.3.1   Mekanisme pemberian yang berjalan sekarang
Alokasi hibah umum yang disebutkan di atas memiliki dua komponen: jumlah yang meliputi pelayanan publik, dan jumlah dihitung pada wilayah masing-masing tingkat untuk menutupi perbedaan antara kapasitas fiskal dan kebutuhan belanja. Hibah ini tidak perlu dipertimbangkan dengan sangat rinci, sebagaimana penerapan alokasi hibah khusus yang memiliki relevansi untuk menjelaskan mekanisme baru on-granting. Hibah alokasi khusus biasanya dialokasikan oleh pemerintah pusat untuk kesehatan, pendidikan, pembangunan infrastruktur, industri lokal atau lingkungan.
Dana ini tidak termasuk dalam APBD tetapi berdampak pada belanja pembangunan daerah yaitu dana dekonsentrasi. Dana ini diberikan langsung oleh lembaga-lembaga pusat untuk lembaga mitra sektoral di tingkat regional. Dana ini umumnya menurun secara signifikan dan akan segera disalurkan melalui hibah alokasi umum (Bank Dunia, 2007, hal 125).

 3.3.2   Mekanisme dukungan anggaran yang baru
Pemerintah daerah bertanggungjawab atas kebijakan berpengaruh besar terhadap kemiskinan, termasuk penyediaan layanan, sehingga banyak donor termasuk Australia menargetkan bantuan mereka ke tingkat regional. Meskipun Indonesia saat ini dikategorikan sebagai negara berkembang berpendapatan menengah, tetapi kesenjangan masih tetap terjadi dibeberapa daerah yang berada pada tingkat berpenghasilan rendah (Commonwealth of Australia, 2008, hlm 2-3). Sebelum dana diberikan dilakukan dua perjanjian yaitu perjanjian antara pemerintah pusat dan pendonor, dan perjanjian antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang bersangkutan. Hal ini dilakukan guna membangun dua baris pertanggung jawaban.
Mekanisme penerusan hibah belum dapat diuji dalam prakteknya. Misalnya, peraturan tidak menjelaskan akuntabilitas horizontal antara Departemen Keuangan dan instansi sektoral. Namun, mengingat minat donor dalam mendukung desentralisasi, menargetkan ketidakadilan regional dan perpindahan modalitas dukungan donor sehingga penggunaan mekanisme penerusan hibah kemungkinan akan menjadi sangat signifikan.


4.             Bagaimana mekanisme on-granting mempengaruhi akuntabilitas di Gorontalo?
Artikel ini akan menganalisis struktur manajemen keuangan publik Gorontalo dan dampak akuntabilitas dari mekanisme hibah, serta mengangkat isu-isu yang relevan untuk pelaksanaan mekanisme baru penerusan hibah.

  4.1       Gorontalo dan penyediaan dukungan anggaran
Gorontalo adalah provinsi yang baru saja didirikan dan terdiri dari enam kabupaten di timur laut Pulau Sulawesi. Gorontalo adalah daerah termiskin di Indonesia, tetapi setelah ditetapkan sebagai provinsi, Gorontolo menerima tambahan bantuan dari pemerintah pusat berupa hibah dana alokasi umum dan dana dekonsentrasi dari kementerian sehingga dapat meningkatkan tingkat pendapatan setempat. Di samping itu Gorontalo juga berada pada tingkat terendah ketiga untuk nilai produk domestik regional bruto per kapita di Indonesia dan penyediaan layanan publik dan indikator sosial-ekonomi yang terus menurun (World Bank, 2008b, pp. 2, 3, 19)
Dukungan anggaran diberikan melalui mekanisme pemberian langsung kepada pemerintah daerah yang berkinerja tinggi khususnya yang telah melakukan usaha tambahan tertentu dalam perbaikan pencapaian kinerja manajemen keuangan. Pemberian bantuan teknis juga akan dipertimbangkan untuk mendukung pelaksanaan reformasi. Sebuah program percontohan sedang dipertimbangkan oleh beberapa pendonor yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan pengelolaan keuangan publik dari beberapa daerah yang dipilih dengan memberikan insentif kepada pemerintah daerah.

4.1.1          Manajemen Keuangan Publik dan Struktur Akuntabilitas yang sudah ada di Gorontalo
Pemerintah Daerah Gorontalo belum bisa menyediakan hasil pembangunan yang berkualitas bagi warganya. Sepertiga dari dana dihabiskan untuk administrasi pemerintahan. Pengeluaran untuk pendidikan mengalami penurunan, namun tetap menjadi anggaran pengeluaran terbesar kedua yakni sebesar 20% dari total pengeluaran, diikuti oleh anggaran infrastruktur dengan nilai sekitar 15% (Bank Dunia, 2008b, hal. 36). Nilai pendapatan dalam APBD, lebih dari 80 % merupakan nilai hibah dana alokasi umum (World Bank, 2008b, hal. 22). Dana Alokasi Khusus ke Gorontalo membuat naik anggaran daerah sekitar 10% terutama yang digunakan untuk membiayai program pendidikan dan kesehatan dan pembangunan jalan (Bank Dunia, 2008b, hal.26). Belanja dekonsentrasi meningkat dari 24% dari total belanja daerah di tahun 2002 menjadi 60% pada tahun 2006 (Bank Dunia, 2008b, hal. 34) dan sekarang merupakan persentase keenam tertinggi di Indonesia (World Bank, 2008b, hal. 41). Sebagian besar dana tersebut dihabiskan untuk pendidikan, infrastruktur, kesehatan dan pertanian (World Bank, 2008b, hal. 42).
Gorontalo telah menerapkan sejumlah reformasi dalam proses penganggaran. Sesuai dengan amanat Sistem Perencanaan Daerah yang ditetapkan secara nasional, Pemerintah Daerah wajib menyusun perencanaan jangka panjang (20 tahun), jangka menengah (lima tahun) dan rencana tahunan (Bank Dunia, 2008b, hal. 74). Penganggaran berbasis kinerja, dimulai di Gorontalo pada tahun 2003 (World Bank, 2008b, hal. 76). Pendekatan partisipatif yang dilaksanakan di Gorontalo untuk proses penyusunan anggaran memiliki manfaat signifikan dalam akuntabilitas tingkat vertikal di samping itu audit juga telah dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, Gorontalo juga mengimplementasikan prosedur audit sendiri yang komprehensif di tingkat Provinsi dan Kabupaten.

4.1.2          Dana Alokasi Khusus dan Potensi Dampak Penyalurannya terhadap Tingkat Akuntabilitas
Meskipun tidak ada penelitian yang secara khusus tersedia yang menganalisa dampak hibah Dana Alokasi Khusus pada akuntabilitas di Gorontalo, penelitian di Indonesia membantu untuk mengangkat isu-isu yang dapat menunjukkan dampak positif yang terbatas pada akuntabilitas dan efektivitas mekanisme penyalurannya.
Secara teori, hibah Dana Alokasi Khusus dapat meningkatkan akuntabilitas dengan memindahkan beban tanggung jawab untuk pelaksanaan kegiatan yang didanai oleh hibah dana alokasi khusus kepada tingkat kabupaten sehingga bisa berhubungan langsung dengan warga. Selaku pemerintah daerah, koordinasi harus ditingkatkan dengan membentuk tim terpadu untuk mengelola perencanaan, pelaksanaan, pelaporan dan monitoring kegiatan dan memastikan bahwa tim tersebut tidak tumpang tindih dengan program pembangunan lainnya (SMERU Institute, 2008, hal. 14). Dalam praktek hibah dana khusus alokasi dapat memiliki implikasi negatif terhadap akuntabilitas karena hal-hal berikut ini.
a)             Kurangnya koordinasi kebijakan dan kepemilikan lokal dari sektor-sektor prioritas.
b)             Kurangnya transparansi.
c)             Merongrong tujuan desentralisasi.
d)            Menciptakan penundaan lebih lanjut dan biaya administrasi.
e)             Kurangnya pengawasan dan evaluasi.
f)              Merongrong reformasi pengelolaan keuangan publik.


5.             Pelajaran untuk penyediaan dukungan anggaran kepada pemerintah daerah di Indonesia
5.1          Pemahaman berkelanjutan dari dinamika politik lokal, ekonomi dan sosial sangat penting
Pembahasan mengenai sifat kompleks dari akuntabilitas dalam lingkungan terdesentralisasi, menunjukkan bahwa hampir mustahil untuk memprediksi bagaimana pemberian bantuan pembangunan melalui dukungan anggaran akan berdampak pada struktur akuntabilitas lokal dan dinamika politik di Gorontalo, tanpa melalui analisis mendalam tentang struktur pemerintahan yang ada. Tanpa pemahaman ini, penyediaan dukungan anggaran bisa kurang efektif. Meskipun beberapa dari masalah ini bisa diatasi dengan desain yang baik, pemerintah lainnya mungkin memerlukan perubahan yang lebih luas, seperti revisi mekanisme penerusan hibah. Harus diakui juga bahwa penyediaan dukungan anggaran ke Indonesia pasti akan menggeser keseimbangan politik kekuasaan, misalnya dengan meningkatnya kekuasaan Kementerian Keuangan terhadap biaya kementerian lainnya, dan menurunkan insentif bagi akuntabilitas vertikal untuk outcome penurunan kemiskinan (Koeberle dan Stavreski, 2006, hal. 14). Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan ketegangan antar kementerian, setidaknya dalam jangka pendek (Pengembangan Jasa Informasi, 2006, hal.108).

5.2          Sebuah hubungan kepercayaan harus dikembangkan antara donor dan pemerintah daerah.
Adanya hubungan kepercayaan atara perwakilan donor dan mitra pemerintah akan membuat dukungan anggaran menjadi lebih efektif dan Kepercayaan didorong dari pengalaman negosiasi (Mosley dan Abrar, 2006, hal. 311-312). Selanjutnya mengenai tantangan untuk membangun hubungan kepercayaan, pilihan pemerintah daerah terhadap pendanaan selalu politis (Devarajan dan Shah, 2006, p.387). Persaingan antar pemerintah daerah terhadap dana on-granted dapat mendorong daerah untuk mempercepat reformasi pengelolaan keuangan publik seperti yang telah dicapai di Gorontalo. Namun, pilihan fokus atas alokasi sumber daya pembangunan kemungkinan akan mencerminkan prioritas politik dari pemerintah pusat, dan bahkan mungkin negara donor, dalam preferensi untuk mempertimbangkan dinamika lokal yang relevan dan kepentingan sasaran daerah. Koordinasi tingkat pusat dan penentuan prioritas nasional jelas penting, tapi donor harus memperhatikan dinamika politik dan juga berusaha untuk mengembangkan hubungan kepercayaan yang efektif langsung dengan pemerintah mitra di tingkat regional.

5.3          Kurangnya perhatian pada sisi permintaan cenderung membatasi manfaat akuntabilitas.
Sebelum keputusan untuk merancang program bagi penyediaan dukungan anggaran, tidak hanya sisi penawaran dari sistem pengelolaan keuangan publik harus dianalisis, tetapi perhatian juga harus diberikan pada analisis dari sisi permintaan. Rincian mengenai bagaimana masyarakat mengakses dan memproses informasi, serta mengekspresikan suara mereka harus diteliti dan dianalisis. Membuat informasi anggaran tersedia untuk publik tidak berarti bahwa informasi tersebut akan secara otomatis dapat diakses dan dianalisis. Hal ini penting sebagai penyediaan dukungan untuk mengembangkan kapasitas pemangku kepentingan eksternal, seperti DPRD, media atau masyarakat sipil yang lebih luas, dalam mengakses dan menganalisa informasi yang tersedia, serta untuk melobi dan memantau pelaksanaan program pemerintah (Layanan Informasi Pembangunan, 2006 p.116).

5.4          Kemampuan peningkatan pendapatan juga penting.
Kegagalan dalam upaya peningkatan pendapatan yang adil dan efektif dari daerah juga akan membatasi manfaat perbaikan dalam akuntabilitas yang dibawa oleh dukungan anggaran. Penyediaan dana asing melalui mekanisme penerusan hibah kemungkinan akan memperburuk adanya disinsentif bagi daerah terhadap sumbernya dan mengumpulkan pendapatan mereka sendiri karena tingginya tingkat dukungan pemerintah pusat mengakibatkan surplus anggaran daerah. Situasi ini mendorong daerah untuk secara fiskal tergantung pada dana dari pemerintah pusat atau donor sehingga bertentangan dengan tujuan desentralisasi agar pemerintah daerah lebih akuntabel kepada masyarakatnya.
Program-program dukungan anggaran harus mencakup strategi bagaimana pemerintah daerah dapat mengatasi disinsentif untuk meningkatkan pendapatan. Argumen ini mengangkat isu-isu potensial bahwa dukungan anggaran jauh lebih signifikan jika jumlah bantuan yang diberikan adalah proporsi tinggi anggaran pemerintah daerah. Namun, dana yang diberikan melalui dukungan anggaran akan menjadi bagian kecil dari anggaran daerah, pemerintah donor seharusnya tidak hanya melihat untuk menciptakan insentif pada sisi pengeluaran, tetapi juga harus membantu pemerintah sahabat untuk mengembangkan kapasitas mereka di sisi pendapatan (Moore, 1998, hal.110 ).
Bisa dikatakan bahwa perpanjangan argumen ini adalah bahwa semua bantuan pembangunan dapat menciptakan ketergantungan pada tingkat tertentu, dan harus berhenti agar mendukung pemerintah mitra "berjalan sendiri". Namun, artikel ini tidak berpendapat bahwa negara-negara maju tidak harus membantu negara-negara berkembang. Besarnya ketidaksetaraan pada pendapatan di seluruh dunia memandatkan perlunya dana dan bantuan teknis untuk mengalir dari negara kaya ke negara miskin. Namun, artikel ini tidak hanya menunjukkan adanya dukungan anggaran saja, melainkan juga peningkatan pada bantuan berbasis proyek, dan belum tentu memberikan dampak positif terhadap akuntabilitas dan karenanya meningkatkan hasil - hasil pembangunan. Keuntungan dalam akuntabilitas vertikal melalui dukungan anggaran mungkin terbatas di mana yang sesuai tidak ada perhatian untuk pengembangan otonomi pemerintah daerah di sisi pendapatan asli daerah. Jika hal ini dianggap serius, mungkin memiliki konsekuensi yang menantang bagi negara-negara donor yang mungkin perlu untuk melihat lebih jujur pada bagaimana sistem perdagangan internasional, mobilitas tenaga kerja dan insentif untuk dampak investasi asing langsung pada pendapatan dari negara-negara berkembang.


6.             Kesimpulan
Secara teori, memberikan bantuan pembangunan melalui dukungan anggaran berpotensi untuk meningkatkan akuntabilitas dan untuk menghasilkan hasil-hasil pembangunan yang lebih berkelanjutan, daripada yang terjadi dengan bentuk bantuan berbasis proyek tradisional. Akuntabilitas vertikal, khususnya di negara yang terdesentralisasi, harus diperkuat karena pemerintah mitra bertanggungjawab langsung kepada masyarakat untuk hasil pengeluaran.
Pengujian atas pemberian hibah ke Provinsi Gorontalo menunjukkan adanya dampak potensial dari dukungan anggaran pada akuntabilitas. Di Gorontalo, dana yang diberikan melalui mekanisme penerusan hibah, jika pemerintahnya tidak mengambil keputusan dalam perencanaan anggaran maka hal ini dapat menggangu inisiatif daerah dalam reformasi manajemen keuangan publik dan otoritas atas pelayanan dan peningkatan pendapatan, sehingga melemahkan proses desentralisasi dan akuntabilitas vertikal.
Meningkatkan akuntabilitas bukanlah tujuan langsung, melainkan pilihan untuk memperkuat lini akuntabilitas tertentu yang bersifat politis dan harus dibahas dengan pertimbangan penuh dari semua dinamika politik dan fiskal secara relevan. Donor tidak harus menyerah pada keputusan untuk memberikan bantuan melalui dukungan anggaran, hanya karena menyajikan cara sederhana untuk memberikan dana pembangunan yang lebih, tanpa peningkatan yang sepadan dalam biaya administrasi.
Analisis dapat digunakan untuk mempromosikan beberapa dampak positif terhadap akuntabilitas dari pemberian dukungan anggaran. Namun, ada keterbatasan dalam program dukungan anggaran yang harus ditunjukkan oleh donor agar lebih efektif mempromosikan akuntabilitas. Pendonor mungkin perlu mempertimbangkan untuk memberikan bantuan di daerah yang lebih sensitif secara politis.

2 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus
  2. 1xbet korean domain www.sportsbet.io
    1xbet korean. septcasino In งานออนไลน์ no time is gambling 1xbet illegal in a country with some of the world's largest online sportsbooks. We provide you with free daily casino bonuses,

    BalasHapus